ꦱꦸꦒꦼꦁꦫꦮꦸꦃ ꦆꦁ ꦥꦝꦸꦏꦸꦲꦤ꧀ꦱꦺꦴꦏꦺꦴꦏꦼꦉꦥ꧀
ꦱꦸꦒꦼꦁꦫꦮꦸꦃ ꦆꦁ ꦥꦝꦸꦏꦸꦲꦤ꧀ꦱꦺꦴꦏꦺꦴꦏꦼꦉꦥ꧀
SEMANU, SEMANU, GUNUNG KIDUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
ꦚꦮꦶꦗꦶꦮꦂꦒꦶꦥꦢꦸꦏꦸꦲꦤ꧀
Padukuhan Sokokerep adalah sebuah wilayah yang berada di tengah-tengah keindahan alam dan kehidupan masyarakat yang berkembang. Dengan luas wilayah yang mencapai 100,8850 Hektar, Sokokerep menjadi rumah bagi beragam kegiatan dan kehidupan masyarakatnya. Batas wilayah yang jelas menggambarkan posisi strategis Sokokerep, dengan batas-batas yang bersebelahan dengan desa dan padukuhan tetangga. Letak geografisnya yang berjarak 1 kilometer dari ibukota kecamatan Semanu, 7 kilometer dari ibu kota kabupaten, dan 46 kilometer dari ibu kota provinsi menunjukkan aksesibilitas yang baik serta potensi untuk berkembang lebih lanjut. Dengan pembagian wilayah menjadi 4 RW dan 9 RT, Soko Kerep telah mengatur struktur organisasi masyarakatnya dengan baik untuk memfasilitasi kebutuhan dan perkembangan wilayah secara efektif.
Padukuhan Sokokerep merupakan sebuah kisah perjalanan yang menarik dan sarat akan nuansa sejarah serta kekayaan budaya. Berawal sebagai pecahan dari Dusun Munggi, padukuhan ini terletak di tepi yang indah dari kawasan Semanu. Namun, asal usulnya dapat ditelusuri jauh ke masa lalu, ketika penduduk di sekitar sungai yang melimpah ini merasakan panggilan untuk berpindah dan menjelajahi kehidupan baru.
Perjalanan dimulai ketika sekelompok penduduk dari Munggi mulai mempertimbangkan untuk membangun kehidupan baru di tempat yang kemudian dikenal sebagai Sokokerep. Pemimpin pertama yang mengambil langkah berani ini adalah seorang tokoh bernama Kromo Dipo. Dipandang sebagai tokoh pemberani dan visioner, langkahnya diikuti oleh keluarga-keluarga lain yang melihat potensi di wilayah baru ini.
Sokokerep tumbuh dan berkembang, menarik semakin banyak penduduk dan mengukir sejarahnya sendiri di buku catatan Dusun Munggi. Namun, dengan pertumbuhan yang pesat, juga muncul pembagian dan pemecahan dari Dusun Munggi itu sendiri. Meskipun demikian, panggilan "Munggi" masih melekat erat pada Sokokerep, mengingatkan pada akar sejarahnya yang dalam di hutan-hutan yang subur.
Nama "Sokokerep" sendiri terkait erat dengan keberadaan pohon soka yang berdiri teguh dan lebat di wilayah tersebut. Legenda menceritakan bahwa asal-usul perubahan nama ini berasal dari cerita yang berputar-putar dari mulut ke mulut, tanpa jelas siapa yang mengubahnya. Namun, pohon soka tetap menjadi simbol kuat dari kehidupan dan keberlanjutan di Sokokerep.
Peran Kromo Dipo sebagai dukuh pertama di Sokokerep sangat penting. Dalam tradisi masyarakat, seorang dukuh dianggap sebagai pemimpin yang ditetapkan untuk hidupnya. Namun, ketika Kromo Dipo meninggal dunia, tampuk kepemimpinan berpindah tangan kepada Pak Martorejo. Namun, masa kepemimpinan Pak Martorejo terganggu oleh peristiwa penting dalam sejarah, yakni Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia (G30S PKI), yang menyebabkan beliau tersangkut dalam peristiwa tersebut dan diberhentikan dari jabatannya. Penggantinya, PLT Mbah Balung, tinggal di rumah yang sekarang menjadi rumah warga selama satu tahun, sebelum akhirnya kepemimpinan diserahkan kepada Mbah Harjo Kartono.
Pak Dukuh Wasidi menjadi tokoh penting selanjutnya di Sokokerep, meneruskan tongkat estafet kepemimpinan dengan tanggung jawab dan dedikasi yang sama.
Dan pada tahun yang bersejarah 1992, Balai Dusun diresmikan, menjadi simbol kebersamaan dan tempat di mana masa depan dan masa lalu bersatu. Dibangun di atas tanah yang dulunya milik almarhum Mbah Jiwo, orang tua dari kepala padukuhan sebelum Pak Wasidi, Balai Dusun mengingatkan kita akan keterikatan erat antara masa lalu, masa kini, dan masa depan Padukuhan Sokokerep.
Dengan cerita yang sarat akan perjuangan, keberanian, dan semangat gotong royong, sejarah Padukuhan Sokokerep tidak hanya menceritakan tentang asal-usulnya, tetapi juga menjadi sumber inspirasi bagi generasi-generasi yang akan datang.